Headline
kompas pada jumat 6 Januari lumayan menggelitik pemikiran mas alit, pro kontra penggantian hakim agung dipermasalahkan. Kalangan yang pro menggarisbawahi bahwa penumpasan mafia peradilan harus dimulai dari atas . Kalangan yang kontra menggarisbawahi tentang
perundangan dan demoralisasi para hakim.
(Hehehe) demoralisasi para hakim? dooh seharusnya demoralisasi ini sudah dimulai semenjak dimulainya praktek mafia peradilan, bukan ketika ada usaha untuk menghentikan mafia peradilan tersebut.
Terdengar juga sih pemikiran kalau ada perombakan besar-besaran di tubuh
Mahkamah Agung bakalan menurunkan wibawa peradilan di Indonesia khususnya MA itu sendiri. Dooh wibawa turun karena diobrak-abrik (baca:perbaiki) kok dipikirin and diributin ... sadar gak sih? atau dipikirin gak sih wibawa yang udah tengkurap n terkubur selama ini gara2 praktek2 para mafia peradilan? grrrr. gemes nih
Seharusnya yang kontra itu rajin-rajin ngebaca
visi mahkamah agung:
Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif, dan efisien serta mendapatkan kepercayaan publik. Profesional dalam memberi layanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau dan berbiaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik.
SO; ada kata wibawa mahkamah agung gak ya divisi itu? jadi masalah kewibawaan itu ya gak perlu lah diperdebatkan.
yang jelas2 ada itu kekuasaan kehakiman yang mendapatkan kepercayaan publik ... nah mungkin ini yang bisa diperdebatkan, kepercayaan publik ini tuh apa ya? and seberapa besar kepercayaan publik yang mampu mengakomodasi visi ini? 68%? (waks kok jadi seneng ama angka ini ya? huehuhe). Mungkin (yang wajar) sih tentunya kalau diuji secara statistik pake uji hipotesis kali ya dengan:
H0 : Publik masih percaya sama MA
H1 : Publik tidak percaya sama MA
tentunya harus dengan jumlah sampel dan pengambilan sampel yang valid.
Jumlah sampel dan pengambilan sampel yang valid secara teori bisa dihitung and didapatkan, lah pada prakteknya sangat susah sekali, gimana mo bisa dipraktekkan? data di BPS aja terkadang gak sesuai dengan dilapangan ... fyuh kasian deh negara ini ....
Jadi kepercayaan publik ini juga susah dijadikan pegangan ....
Para hakim agung yang "bersih" tentunya tidak perlu takut tidak terpilih kembali karena Komisi Yudisial sudah mengatakan bahwa para hakim agung yang sekarang bisa dan memiliki hak yang sama untuk diseleksi kembali.
Aku mendukung adanya gerakan pembersihan, terlepas dari sebagian besar publik masih percaya atau tidak percaya. Jika sebagian besar publik masih percaya, anggaplah ini akan lebih meningkatkan tingkat kepercayaan, jikalau sebagian besar publik tidak percaya, anggaplah ini sebagai cara untuk membangun kepercayaan.
Tetapi tetap perlu juga dipikirkan faktor legalitas itu sendiri, perlu atau tidaknya perpu yang mengatur ttg penggantian ini ya bapak-bapak yang diatas sana yang lebih tahu, tapi yang jelas membersihkan mafia bukan berarti harus menuruti cara mafia.
Semoga aja perombakan ini melahirkan para hakim yang benar2 agung, bukan melahirkan mafia yang diagung. AMIN